Prosedur Pemberian Hukuman Mendidik untuk Siswa Sekolah Dasar
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Kewajiban siswa selama mengikuti pendidikan di sekolah adalah mematuhi semua aturan sekolah dan mematuhi perintah guru. Bagi siswa yang tidak mematuhi aturan dan perintah guru akan mendapatkan hukuman. Hukuman perlu diberikan pada siswa, karena hukuman merupakan salah satu cara atau metode untuk mencegah siswa tidak mengulangi kesalahan yang ia lakukan. Hal ini sesuai dengan pendapat Seifert (2012, hlm. 254) bahwa “hukuman adalah sebagai alat pendidikan yang digunakan seseorang untuk memotivasi anak agar tidak melanggar aturan yang telah dibuat dan mematuhi perintah guru, sehingga prestasi belajar atau hasil belajar siswa dapat dicapai”.
Tujuan pemberian hukuman bukanlah untuk menyakiti siswa, bukan untuk menjaga kehormatan pendidik/guru di hadapan siswa, serta bukan untuk ditaati dan ditakuti siswa, namun tujuan pemberian hukuman adalah agar siswa merasa jera dan tidak akan mengulangi perbuatannya yang salah. Yanuar (dalam Mayasari, 2014, hlm. 3) menyatakan bahwa “hukuman mempunyai tiga fungsi, yaitu: (1) restriksi, yaitu hukuman dapat menghalangi terulangnya kembali perilaku yang tidak diinginkan pada diri siswa, (2) pendidikan, yaitu dapat dijadikan pelajaran berharga bagi siswa, dan (3) motivasi, yaitu mendorong siswa untuk menghindarkan diri dari tingkah laku yang tidak diinginkan”.
Berdasarkan tingkat perkembangan anak menurut Purwanto (2011, hlm. 256) hukuman dibagi menjadi tiga bentuk, yaitu “(1) asosiatif, (2) logis, dan (3) normatif”. Hukuman asosiatif adalah mengasosiasikan antara hukuman dengan pelanggaran. Hukuman logis adalah hukuman sebagai akibat yang logis dari perbuatan yang tidak baik. Sedangkan hukuman normatif adalah hukuman yang bertujuan untuk memperbaiki norma anak.
Pemberian hukuman adalah cara terakhir yang harus dilakukan oleh guru atau orang tua untuk menegakkan disiplin anak. Hukuman diberikan kepada anak sebagai ganjaran atas kesalahan yang berulang, yang sebelumnya sudah diberitahu bahwa hal tersebut tidak diperbolehkan, telah pernah ditegur, serta sudah pernah mendapat peringatan supaya kesalahan tersebut tidak diulangi.
Untuk meminimalisir pengaruh negatif dari hukuman, para guru harus mengikuti beberapa panduan menurut Seifert (2012, hlm. 256) berikut:
1. Gunakan hukuman dengan hemat. Hukuman akan mengalami penurunan efektivitas ketika mengalami peningkatan frekuensi, dan dalam berbagai kasus, hukuman tidak selalu bersifat etis.
2. Jelaskan alasan Anda mengapa Anda memberikan hukuman. Tanpa sebuah alasan yang rasional, para siswa sangat mungkin akan mengarah pada kesimpulan yang salah tentang situasi yang mereka alami. Sebagai contoh, mereka bisa jadi menyimpulkan bahwa mereka buruk, bukan memikirkan bahwa perilaku mereka yang salah.
3. Persiapkan sebuah cara alternatif dalam meraih penguat motivasi yang positif. Mengingat penguat motivasi positif memiliki pengaruh negatif yang lebih sedikit, para siswa harus selalu mendapatkan kesempatan untuk menerima penguat motivasi yang demikian.
4. Jika memungkinkan, anjurkan perilaku yang berkebalikan dari perilaku buruk yang dilakukan para siswa. Misalnya, jika seorang anak berlari kesana kemari dalam ruang kelas, temukan sebuah alternatif konstruktif yang lebih berpeluang untuk menghalangi perilaku tersebut, seperti membaca atau menulis.
5. Hindari hukuman fisik, karena hukuman ini tidak mendidik dan sering kali disalahartikan oleh para siswa.
6. Hindari memberi hukuman ketika sedang marah atau kecewa. Mengingat pada saat demikian, kita hanya akan memperhatikan kebutuhan pribadi dan tidak memperhatikan alasan kenapa siswa tersebut dihukum.
7. Berikan hukuman pada saat sebuah perilaku buruk dimulai dan bukan pada saat perilaku tersebut selesai.
Terdapat beberapa catatan penting yang perlu diperhatikan dalam pemberian hukuman menurut Gaza (2012, hlm. 49), antara lain:
1. Sebelum menghukum sebaiknya guru menentukan terlebih dahulu target apa yang akan dibentuk sehingga dapat menentukan mana perilaku yang tepat untuk mendapat hukuman dan mana perilaku yang akan mendapat penguatan.
2. Setelah perilaku yang diinginkan telah disepakati, tahap berikutnya adalah menganalisis situasi. Di dalam analisis situasi, guru dapat melihat bagaimana situasi yang memicu siswa melanggar aturan muncul dan situasi yang memicu siswa menaati aturan muncul. Dengan menganalisis situasi, guru dapat menentukan apakah siswa tersebut perlu diberi hukuman atau tidak.
3. Tentukan frekuensi, intensitas, dan durasi perilaku yang tepat untuk mendapat hukuman sehingga jika frekuensinya tidak mencapai standar, pemberikan hukuman dapat dihindari, namun jika perilaku siswa melampaui batas, dalam artian melebihi frekuensi yang dapat ditolelir, siswa sebaiknya diberi hukuman sesuai hal yang telah disepakati bersama di awal pembelajaran.
4. Setelah programme hukuman berjalan, sebaiknya dilakukan evaluasi bagaimana efektivitas hukuman tersebut, dan pengaruhnya terhadap pembentukan perilaku positif siswa. Guru dapat mencatat hal-hal yang menjadi kendala dalam pemberian hukuman, untuk selanjutnya dievaluasi dan diperbaiki pada pemberian hukuman berikutnya.
5. Pada tahap akhir adalah guru harus menentukan berapa lama kegiatan menghukum dijalankan. Jangan sampai guru tidak memiliki batas waktu yang jelas dalam memberikan hukuman, karena hal tersebut akan berdampak merugikan bagi siswa.
6. Proses pemberian hukuman juga harus segera dihentikan jika dirasa sudah saatnya melihat pola perilaku positif siswa, jika telah mencapai titik stabilitas tertentu.
7. Mengganti hukuman dengan pemberian penguatan pada siswa sehingga perilaku positif tetap muncul dan berkelanjutan.
Adapun sejumlah contoh hukuman yang mendidik dan bernuansa positif menurut Gaza (2012, hlm. 108), di antaranya:
1. Isolasi/peleraian/pemisahan sementara agar situasi menjadi terkendali.
2. Penghilangan hak istimewa.
3. Moving (pemindahan posisi duduk).
4. Pengalihan atau tidak menghiraukan.
5. Penugasan berbentuk tulisan.
6. Penugasan berbentuk hafalan.
7. Sedekah amal shaleh.
8. Penghapusan bintang.
9. Komentar buku penghubung.
10. Pelaporan pada orang tua.
Referensi
Gaza, M. (2012). Bijak Menghukum Siswa. Yogyakarta: Ar-Ruzz Media.
Mayasari, R. (2014). Hubungan Hukuman Edukatif dengan Hasil Belajar Siswa. Jurnal Ilmu Pendidikan, 1(1), hlm. 1-11.
Purwanto, N. (2011). Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Seifert, K. (2012). Pedoman Pembelajaran dan Instruksi Pendidikan. Yogyakarta: Ircisod.
Sumber https://www.tintapendidikanindonesia.com/
Post a Comment
Post a Comment