-->

√ Metakognisi


Metakognisi
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

 pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell pada tahun  √  Metakognisi

Istilah metakognisi (metacoginition) pertama kali diperkenalkan oleh John Flavell pada tahun 1976. Metakognisi terdiri atas imbuhan meta dan kognisi. Meta merupakan awalan untuk kognisi, yang artinya sesudah kognisi. “Penambahan awalan meta pada kognisi untuk merefleksikan ide bahwa metakognisi diartikan sebagai kognisi tentang kognisi, pengetahuan tentang pengetahuan, atau berpikir tentang berpikir” (Desmita, 2010, hlm. 132).
Flavell mengartikan metakognisi sebagai berpikir tentang berpikirnya sendiri (thinking nearly thinking) atau pengetahuan seseorang tentang proses berpikir. O’neil dan Brown (1997, hlm. 3) menambahkan bahwa “metakognisi sebagai proses di mana seseorang berpikir tentang berpikir dalam rangka membangun strategi untuk memecahkan masalah”.
Berdasar sejumlah pendapat tersebut, dapat ditarik garis besar bahwa metakognisi merupakan pengetahuan, kesadaran, dan kontrol seseorang terhadap proses dan hasil berpikirnya.
Berdasar pada pandangan Flavell, metakognisi terdiri atas:

1. Pengetahuan metakognisi (metacognitive knowledge)
Flavell (dalam Desmita, 2010, hlm. 134) mengemukakan “metacognitive knowledge refers to acquired knowledge nearly cognitive processes, knowledge that tin live on used to command cognitive processes”. Artinya, pengetahuan metakognisi mengacu pada pengetahuan yang diperoleh tentang proses-proses kognitif, yaitu pengetahuan yang dapat digunakan untuk mengontrol proses kognitif. Sedangkan menurut Gama (dalam Lestari, 2012, hlm. 13) “pengetahuan metakognisi adalah pengetahuan yang dimiliki seseorang dan tersimpan di dalam memori jangka panjang, yang berarti pengetahuan tersebut dapat diaktifkan atau dipanggil kembali sebagai hasil dari suatu pencarian memori yang dilakukan secara sadar dan disengaja, atau diaktifkan tanpa disengaja atau secara otomatis muncul ketika seseorang dihadapkan pada permasalahan tertentu”.
Lebih lanjut Flavell membagi pengetahuan metakognisi menjadi tiga variabel, yakni:
a. Variabel individu
Pengetahuan tentang variabel individu mengacu pada pengetahuan tentang personal manusia (diri sendiri dan orang lain) memiliki keterbatasan dalam jumlah informasi yang dapat diproses. Di dalam variabel individu, tercakup pula pengetahuan bahwa kita lebih paham dalam suatu bidang dan lemah pada bidang lainnya. Demikian juga mengenai pengetahuan tentang perbedaan kemampuan diri dengan orang lain.
b. Variabel tugas
Pengetahuan tentang variabel tugas mencakup pengetahuan mengenai tugas-tugas (tasks), yang mengandung wawasan bahwa beberapa kondisi sering menyebabkan seseorang lebih sulit atau lebih mudah dalam memecahkan suatu masalah atau menyelesaikan suatu tugas. Misalnya, semakin banyak waktu yang diluangkan untuk memecahkan masalah, semakin baik seseorang dapat mengerjakannya, sekiranya materi pembelajaran yang disampaikan guru sukar dan tidak akan diulangi lagi, maka harus lebih berkonsentrasi dan mendengarkan penjelasan guru secara seksama.
c. Variabel strategi
Variabel strategi mencakup pengetahuan tentang strategi, pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu atau bagaimana mengatasi suatu kesulitan.

2. Pengalaman metakognisi (metacognitive experiences)
Pengalaman metakognisi adalah pengaturan kognisi dan pengalaman belajar seseorang yang mencakup serangkaian aktivitas yang dapat membantu dalam mengontrol kegiatan belajarnya. Pengalaman-pengalaman metakognisi melibatkan strategi-strategi metakognisi atau pengaturan metakognisi. Strategi-strategi metakognisi merupakan proses-proses yang berurutan, digunakan untuk mengontrol aktivitas-aktivitas kognitif dan memastikan bahwa tujuan kognitif telah dicapai. Proses-proses ini menurut Wollfok (dalam Sumawan, 2012, hlm. 16) terdiri atas:
a. Proses perencanaan
Proses perencanaan merupakan keputusan tentang berapa banyak waktuyang digunakan untuk menyelesaikan masalah tersebut, strategi apa yang akan dipakai, sumber apa yang perlu dikumpulkan, bagaimana memulainya, dan mana yang harus dilaksanakan atau tidak dilaksanakan lebih dulu.
b. Proses pemantauan
Proses pemantauan merupakan kesadaran langsung tentang bagaimana kita melakukan suatu aktivitas kognitif. Proses pemantauan membutuhkan pertanyaan, seperti apakah ini memberi suatu arti? Dapatkah saya menyelesaikan lebih cepat?
c. Proses evaluasi
Proses evaluasi memuat pengambilan keputusan tentang proses yang dihasilkan berdasarkan hasil pemikiran dan pembelajaran. Misalnya, haruskah saya mengubah strategi yang dipakai? Apakah saya membutuhkan bantuan orang lain?
North Central Regional Educational Laboratory (NCREL) pada tahun 2012 mengemukakan tiga elemen dasar dari metakognisi secara khusus dalam menghadapi tugas, sebagai berikut:
a. Sebelum siswa mengembangkan rencana tindakan, ia perlu menanyakan kepada dirinya sendiri tentang hal-hal berikut:
1) Pengetahuan awal apa yang membantu dalam memecahkan tugas ini?
2) Petunjuk apa yang digunakan dalam berpikir?
3) Apa yang pertama harus dilakukan?
4) Mengapa saya membaca bagian ini?
5) Berapa lama saya mengerjakan tugas ini secara lengkap?
b. Selama siswa merencanakan tindakan perlu mengatur/memonitoring dengan menanyakan pada dirinya sendiri tentang hal-hal berikut:
1) Bagaimana saya melakukannya?
2) Apakah saya sudah berada di jalur yang benar?
3) Bagaimana saya melanjutkannya?
4) Informasi apa yang penting untuk diingat?
5) Haruskah saya pindah ke petunjuk yang lain?
6) Haruskah saya mengatur langkah-langkah sesuai dengan kesulitan?
7) Apa yang harus saya lakukan jika saya tidak mengerti?
c. Setelah siswa selesai melaksanakan rencana tugas, siswa akan melakukan evaluasi dengan menanyakan pada dirinya  sendiri mengenai hal-hal berikut:
1) Seberapa baik saya melakukannya?
2) Apakah cara berpikir ini akan menghasilkan yang lebih atau kurang dari yang saya harapkan?
3) Apakah saya dapat mengerjakan dengan cara yang berbeda?
4) Bagaimana cara menerapkan proses ini pada masalah yang lain?
5) Apakah saya harus kembali ke tugas awal untuk memenuhi bagian pemahaman saya yang kurang?

Referensi
Desmita (2010). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Lestari, Y. D. (2012). Metakognisi Siswa dalam Memecahkan Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif, Reflektif, dan Impulsif. (Skripsi) Surabaya: UNESA.
O’Neil, H. F., & Brown, R. S. (1997) Differential Effects of Question Formats inwards Math Asessment on Metacognition in addition to Affect. Los Angeles: CRESST-CSE University of California.
Sumawan, D. (2012). Profil Metakognisi Siswa SMP dalam Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau dari Kemampuan Matematikanya. (Tesis). Surabaya: UNESA.

Sumber https://www.tintapendidikanindonesia.com/

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter