-->

√ Karakteristik Anak Kleptomania


Karakteristik Anak Kleptomania
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

 Kleptomania dalam Kamus Besar Bahasa Republic of Indonesia  √  Karakteristik Anak Kleptomania

Kleptomania dalam Kamus Besar Bahasa Republic of Indonesia (KBBI) berasal dari kata kleptiein, yang artinya “mencuri” (Sugiono, 2008, hlm. 206). Menurut Supratikna (1995, hlm. 107) kleptomania adalah “penyakit jiwa yang membuat penderitanya tidak bisa menahan diri untuk mencari”. Benda-benda yang dicuri oleh penderita kleptomania umumnya adalah barang-barang yang tidak berharga, misalnya mencuri gula, permen, atau barang-barang lainnya. Penderita kleptomania biasanya merasakan kelegaan atau kenikmatan setelah mereka melakukan tindakan mencuri tersebut.
Kleptomania juga merupakan gangguan berupa tingkah laku yang dilakukan secara berulang dan secara kompulsif, merasa tersiksa karena ketidakmampuan untuk mengontrol diri. Gangguan tingkah laku secara potensial berbahaya, yang tidak dapat ditolaknya, terkadang memiliki efek sakit atau beberapa lainnya mengandung resiko.
Kleptomania merupakan sebuah gangguan kejiwaan di mana seorang penderita mengalami dorongan dan ketegangan yang sangat kuat untuk melakukan tindakan mengambil barang milik orang lain dan mencapai kepuasannya apabila tindakan mengambil barang tersebut berhasil. Seolah menjadi sebuah kebutuhan, di mana barang yang diambil bukan merupakan barang yang dibutuhkan atau bernilai ekonomis tinggi, melainkan semata untuk pemenuhan hasrat dalam melakukan tindakan pengambilan barang tersebut. “Penderita kleptomania mencuri bukan karena kebutuhan ekonomi, tetapi mereka didorong untuk mencuri yang terus menerus” (Nassa, 2010, hlm. 1).
Penderita kleptomania didorong oleh rasa keinginan untuk mencuri, bukan keinginan untuk memiliki. Motivasi utamanya adalah menghilangkan rasa ketegangan. Bagi penderita kleptomania, mencuri menghilangkan ketegangan dan memberikan sensasi, meskipun orang merasa dorongan tersebut tidak menyenangkan, tidak dikehendaki, dan mengganggu. Pencurian ini dapat dilakukan di toko, tetapi ada juga yang hanya pada target orang tertentu. Setelah berhasil mencuri, biasanya barang curian tersebut dibuang atau diberikan pada orang lain.
Kleptomania dapat disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah sebagai wadah pemenuhan kepuasan. Dilihat dari segi ilmu psikologi, kleptomania merupakan sebuah impuls abnormal untuk mencuri. Ini merupakan penyakit mental patologis. Seperti gangguan pengendalian impuls lainnya, kleptomania ditandai oleh ketengan yang memuncak sebelum tindakan, diikuti oleh pemuasan dan peredaan ketegangan dengan atau tanpa rasa bersalah, penyeselan, atau depresi selama tindakan. Proses pencurian ini tidak direncanakan dan tidak melibatkan orang lain.
Walaupun pencurian tidak terjadi jika kemungkinan akan ditangkap, penderita kleptomania tidak selalu mempertimbangkan kemungkinan penangkapan mereka, kendati penahanan yang berulang menyebabkan penderitaan dan rasa malu. Penderita kleptomania mungkin merasa bersalah dan cemas setelah mencuri, tetapi mereka tidak marah atau memiliki rasa ingin balas dendam.
Sebagian masyarakat ada yang tidak mengetahui bahwa kleptomania merupakan suatu gangguan mental. Mereka berpikir penderita kleptomania merupakan seorang pencuri, sehingga penderita pun dikucilkan dan dicemooh. Sebagian masyarakat lain pun bisa jadi mengetahui gangguan mental kleptomania ini, namun karena berbagai faktor, seperti sulitnya mencari seorang psikolog, tidak adanya fasilitas-fasilitas yang memadai, kekurangan biaya, sehingga pengobatan dan perawatan tidak dilakukan. Dengan adanya pendeskriminasian pada masyarakat, maka akan timbul perilaku menarik diri, merasa diri paling bersalah, malu untuk bersosialisasi, dan masih banyak hal lain yang mengekang perilaku sosial penderita.
Penderita akan menjadi pribadi yang cenderung pendiam, menyendiri, tidak mau berkomunikasi dan mengenal orang lain, merasa masyarakat sekitar memandang hina pada dirinya sehingga tidak ada keinginan untuk membina sosialisasi. Namun faktor eksternal pun dapat memperburuk keadaan tersebut, seperti menjauhnya masyarakat dari penderita kleptomania, timbulnya judgement masyarakat pada penderita yang terkadang hal tersebut justru memicu penderita untuk tetap melakukan tindakan klepto-nya, penderita merasa tidak ada lagi yang percaya dengan dirinya, maka timbullah stress bahkan depresi berat.
Oleh sebab itu, penting bagi masyarakat untuk mengetahui berbagai gangguan mental termasuk kleptomania dan cara pengobatannya, sehingga baik masyarakat maupun penderita dapat terbebas dari perasaan bersalah dan tindakan yang salah terhadap penderita.

Referensi
Nassa, A. K. (2010). Kleptomania. Sumatera Utara: Universitas Sumatera Utara.
Sugiono, D. (2008). Kamus Besar Bahasa Republic of Indonesia Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia.
Supratikna (1995). Mengenal Perilaku Abnormal. Yogyakarta: Kanisius.

Sumber https://www.tintapendidikanindonesia.com/

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter