Organisasi Pergerakan Wanita Republic of Indonesia Masa Perjuangan Kemerdekaan
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Tahun 1920-an kebangkitan nasionalisme yang cepat berhasil menghimpun kekuatan di tengah masyarakat Indonesia. Di kalangan wanita keinginan untuk menyelenggarakan dan memajukan persatuan di antara organisasi-organisasi wanita mulai berkembang.
Organisasi wanita saling membulatkan tekad untuk mendukung persatuan Indonesia. Diilhami oleh semangat Sumpah Pemuda pada 28 Agustus 1928, kaum wanita yang aktif dalam organisasi-organisasi wanita berinisiatif untuk menyatukan gerakan mereka. “Semangat persatuan dan kesatuan yang terus berkembang menjadi dasar bagi meningkatnya semangat dan kesadaran nasional” (Djoened & Notosusanto, 2009, hlm. 417).
Adapun organisasi wanita yang kian berkembang kala itu, antara lain:
1. Wanita Taman Siswa
Ketika Perguruan Taman Siswa didirikan oleh Ki Hajar Dewantara tanggal iii Juli 1922 di Yogyakarta, kaum wanita di lingkungan perguruan tersebut pun membentuk kesatuan yang dinamakan Wanita Taman Siswa. “Pemrakarsanya adalah R. A. Suwardi Suryaningrat (Nyi Hajar Dewantara). Ia dibantu oleh Rumsiah, Djumilah, Siti Marsidah, dan Sutatmo” (Kongres Wanita Indonesia, 1978, hlm. 20). Keanggotaannya mula-mula hanya terbatas pada ibu pamong dan istri pamong dalam lingkungan Taman Siswa.
Sebagai organisasi yang otonom, maka tata kehidupan Wanita Taman Siswa diatur dalam Peraturan Besar Wanita Taman Siswa. Sedang mengenai hubungan tata kerja dengan organisasi antara Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa dan Balai Pusat Wanita Taman Siswa diatur dengan suatu surat keputusan bersama sebagai hasil pemikiran bersama antara kedua belah pihak.
Adapun semboyan dari Wanita Taman Siswa adalah Suci Tata Ngesti Tunggal. Asas dan tujuannya sama dengan Perguruan Taman Siswa yaitu memajukan pendidikan. Di dalam hal ini terutama adalah pendidikan bagi kaum wanita. Selain itu, diusahakan untuk memelihara hubungan kekeluargaan dalam lingkungan Taman Siswa dengan organisasi wanita lainnya.
2. Wanita Utomo
Para pengurus besar Budi Utomo pada tanggal 24 Apr 1921 mendirikan perkumpulan khusus wanita di Yogyakarta yang dinamakan Wanita Utomo. Organisasi ini tidak khusus untuk para istri anggota Budi Utomo, tetapi menerima wanita-wanita lain di luar Budi Utomo yang berminat. Organisasi ini pada mulanya hanya berkecimpung dalam bidang kesejahteraan wanita dan sosial. “Kegiatan yang dilakukan, antara lain membuka kursus yang diadakan di rumah-rumah pimpinan perkumpulan” (Ohorella, 1992, hlm. 17).
Tujuannya adalah memajukan keterampilan wanita sesuai dengan tuntutan zaman dan membina persaudaraan untuk tolong menolong. Adapun kegiatannya, yakni mencari dana dengan mengadakan bazar dan hasilnya disumbangkan ke Rumah Sakit Pertolongan Kesengsaraan Oemoem (PKO) Muhammadiyah, memberi sumbangan kepada studiefonds Darmo Woro dan mengutus seorang anggota pengurus Wanita Utomo ke sekolah tenun di Bandung yang kemudian mendirikan pertenunan Wanita Utomo sendiri di Yogyakarta.
3. Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling (JIBDA)
Jong Islamieten Bond Dames Afdeeling (JIBDA) adalah bagian wanita dari Jong Islamiaten Bond (JIB). JIBDA didirikan pada tahun 1925 di Jakarta. Sejak didirikan pada tahun 1925-1930, JIBDA berstatus semi otonom, tetapi setelah 1931 menjadi berstatus otonom. Keanggotaan JIB dan JIBDA adalah mereka yang berusia xv sampai 35 tahun. Umumnya anggota JIB dan JIBDA adalah pelajar dan mahasiswa yang mendapat pendidikan Barat dan lain-lain. Cabang-cabang JIB terdapat hampir di seluru Republic of Indonesia terutama di kota-kota besar. Sampai di luar Pulau Jawa, seperti di Kotaraja, Medan, Padang, Bukittinggi, Palembang, Makassar, Gorontalo, Manado, dan Ambon.
Asas dan tujuan JIBDA sama dengan JIB yaitu memajukan kaum muda Republic of Indonesia berdasarkan ajaran Islam dan membangkitkan kesadaran kebangsaan. JIBDA meyakini bahwa dalam Islam, wanita mempunyai kedudukan yang tinggi dan terhormat. Oleh karena itu, “kaum wanita Islam perlu dilatih agar menjadi wanita Islam sejati dan membela hak-haknya sesuai ajaran Islam” (Djoened & Notosusanto, 2009, hlm. 415). Adapun kegiatannya menyelenggarakan kursus-kursus keagamaan dan keterampilan wanita.
4. Jong Java Bagian Wanita (Jong Java Dames Afdeeling)
Tahun 1924 didirikan cabang Jong Java di Salatiga yang anggotanya khusus terdiri dari putri-putri dengan nama Jong Java Dames Afdeeling. Ketua di Salatiga adalah Badiah. Sedangkan di tempat lain, keanggotaan Jong Java terdiri dari putra dan putri dan anggota putri merupakan bagian dari Jong Java dengan nama Jong Java Meisjeskring.
5. Wanita Katholik
Kaum wanita yang beragama Katholik membentuk organisasi yang diberi nama Wanita Katholik di Yogyakarta pada tanggal 26 Juni 1924, yang didirikan oleh R. A. Maria Sulastri Darmosaputro Sosroningrat. Rapat pendirian dilakukan di Biara para suster Ordo Santo Fransiskus di Kidul Joli yang dihadiri oleh 120 orang.
Setelah Wanita Katholik terbentuk, segera berdiri cabangnya di tempat-tempat yang banyak warga Katholik. Jumlah cabangnya ada delapan, yakni di Yogyakarta, Solo, Klaten, Semarang, Magelang, Muntilan, Ganjulan, dan Surabaya. “Asas Wanita Katholik adalah agama Katholik sedangkan tujuan organisasi ini memberi kesadaran kepada para anggotanya agar menjadi warga gereja dan warga negara yang baik” (Djoened & Notosusanto, 2009, hlm. 416).
6. Aisyiyah
Aisyiyah didirakan pada tanggal 22 Apr 1917 di Yogyakarta dengan maksud dan tujuan untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam. Aisyiyah membimbing kaum wanita ke arah kesadaran beragama dan berorganisasi, serta bermasyarakat.
Aisyiyah berkeyakinan bahwa dengan berorganisasi, bermacam-macam usaha sosial dapat dilakukan. Aisyiyah berusaha meningkatkan akhlak budi pekerti yang luhur. Amal usaha Aisyiyah meliputi bagian pendidikan dan pengajaran, bagian dakwah, bagian pertolongan, dan bekerja sama baik dengan organisasi Islam maupun not Islam.
7. Putri Indonesia
Di Jakarta, Bandung, dan Yogyakarta didirikan juga bagian putri dari Pemuda Republic of Indonesia dengan nama Putri Indonesia. Tujuannya sama dengan Pemuda Indonesia, yakni memperkuat dan mengembangkan semangat persatuan dan kebangsaan Indonesia. Anggota Putri Republic of Indonesia umumnya adalah gadis-gadis yang pernah berpendidikan Barat.
Referensi
Djoened, M. P., & Notosusanto, N. (2009). Sejarah Nasional Republic of Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional dan Masa Akhir Hindia Belanda (1900-1942). Jakarta: Balai Pustaka.
Kongres Wanita Indonesia. (1978). Sejarah Setengah Abad Pergerakan Wanita Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Ohorella, G. A. (1992). Peranan Wanita Republic of Indonesia dalam Masa Pergerakan Nasional. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi dan Dokumentasi Sejarah Nasional.
Sumber https://www.tintapendidikanindonesia.com/
Post a Comment
Post a Comment