Pendekatan Sistem Among
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Pendekatan sistem with merupakan salah satu dari ajaran Ki Hajar Dewantara. Seperti dikatakan oleh Suratman (1992, hlm. 21) “ajaran Ki Hajar Dewantara meliputi bermacam-ragam, ada yang sifatnya konsepsional, petunjuk operasional praktis, fatwa, nasihat, dan sebagainya”. Salah satunya pendekatan with ini.
Sistem with adalah cara pendidikan yang digunakan dalam pendidikan Taman Siswa, dengan maksud mewajibkan para guru supaya mengingati dan mementingkan kodrat anak-anak, dengan tidak melupakan segala keadaan yang mengelilinginya. Oleh karena itu, alat pendidikan berupa perintah, paksaan, dan hukuman yang biasa dipakai dalam pendidikan zaman dahulu, harus diganti dengan aturan memberi tuntunan dan menyokong anak-anak agar mereka tumbuh dan berkembang karena kodratnya sendiri, melenyapkan segala yang merintangi pertumbuhan dan perkembangan serta mendekatkan anak-anak kepada alam dan masyarakatnya.
Ki Hajar Dewantara dalam Pidato Penerimaan Gelar Doktor Honoris Causa (HC) dari Universitas Gajah Mada (UGM) tahun 1956 menjelaskan analogi hubungan guru-siswa serupa dengan hubungan petani dan tanamannya. Untuk itu, guru terhadap para siswa harus berpikir, berperasaan, dan bersikap layaknya juru tani terhadap tanamannya. Orang bercocok-tanam harus takluk kepada kodratnya tanaman, janganlah tanaman ditaklukkan pada kemauan petani. Haruslah petani menyerahkan dirinya, yakni menghilangkan kemurkaan dirinya, dengan ikhlas dan ridha kepada kepentingan tanamannya dan mengejar kesuburan tanamannya semata. Kesuburan tanamannya ini yang menjadi kepentingan juru tani. Haruslah ia tahu akan perbedaan antara padi, jagung, dan tanaman lainnya dalam keperluan masing-masing untuk dapat bertumbuh dengan subur dan dapat berhasil. Karena itu, perlulah petani tahu dan mengerjakan segala ilmu atau pengetahuan pertanian, yang benar dan baik. Janganlah juga membeda-bedakan pula dari mana asalnya pupuk, asalnya alat, atau asalnya ilmu pengetahuan pertanian, dan sebagainya. Segala yang dapat menyuburkan tanaman menurut kondratnya harus dipakai oleh petani.
Aplikasi sistem with dalam pendidikan kehidupan masyarakat, di dalam masyarakat ada beberapa macam usaha bersama sehingga mewujudkan usaha masyarakat, seperti pemerintahan, pertanian, perdagangan, dan sebagainya. Di dalam masyarakat yang masih muda dan primitif, serta terdapat satu orang yang mengerjakan berbagai macam pekerjaan tersebut. Akan tetapi, datanglah waktu perbedaan dasar dan kecakapan terlihat, serta dipergunakan untuk pembagian pekerjaan, inilah sifat masyarakat dewasa. Diferensiasi ini tidak boleh memecah-belah, akan tetapi haruslah memperhubungkan semuanya untuk berlangsungnya keperluan umum, yaitu tertib-damainya masyarakat. Di dalam hal ini, sistem with mengandung arti memerdekakan tiap-tiap manusia untuk hidup menurut kodratnya masing-masing, akan tetapi mewajibkan mengajar tertib-damainya secara umum.
Pendidikan tidak dimaknai dengan paksaan. Pemaknaan pendidikan yang demikian inilah yang mendasari pendidikan tersebut dilakukan. Caranya tidaklah menggunakan pemaksaan. Pendidik memiliki kewajiban mencampuri kehidupan anak didik apabila anak didik berada pada jalan yang salah.
Ki Hajar Dewantara (1977, hlm. 13-14) menjelaskan tentang dasar pendidikan sebagai berikut, “pendidikan tidak memakai dasar regering, tucht en orde (paksaan) tetapi orde en vrede (tertib dan damai). Pendidik wajib menjaga atas kelangsungan hidup batin anak, dan haruslah anak dijauhkan dari tiap-tiap paksaan. Pendidik mempunyai kewajiban mengamati, agar anak dapat tumbuh menurut kodrat. Tucht (hukuman) dimaksudkan untuk mencegah kejahatan. Sebelum terjadi kesalahan, aturan hukuman sudah harus tersedia”. Kesemuaan itu merupakan syarat-syarat jika pendidikan hendak mendatangkan manusia yang merdeka dalam arti kata yang sebenar-benarnya, yaitu lahirnya tiada terperintah, batinnya bisa memerintah sendiri, dan dapat berdiri sendiri karena kekuatan sendiri. Oleh karena itu, dalam pendidikan harus senantiasa diingat bahwa “kemerdekaan itu bersifat tiga macam (1) berdiri sendiri (zelfstandig), (2) tidak tergantung kepada orang lain (onafhankelijk), dan (3) dapat mengatur dirinya sendiri (vrijheid, zelfbeschikking) (Ki Hadjar Dewantara, 1977, hlm. 4).
Pendidikan, yaitu tuntunan di dalam tumbuhnya anak-anak. Adapun maksud pendidikan adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya. Hal ini berarti bahwa hidup tumbuhnya anak-anak itu terletak di luar kecakapan dan kehendak pendidik. Anak sebagai manusia hidup dan tumbuh menurut kodratnya sendiri. Kekuatan kodrat yang ada pada anak tidak lain adalah segala kekuatan di dalam hidup batin dan lahir dari anak tersebut, yang ada karena kekuasaan kodrat. Pendidik hanya dapat menuntun tumbuhnya atau hidupnya kekuatan-kekuatan tersebut.
Ki Hadjar Dewantara (1977, hlm. 29) menjelaskan yang dimaksud dengan peralatan pendidikan adalah “alat-alat yang pokok, cara-caranya mendidik”. Dengan demikian, cara-cara tersebut teramat banyak jumlahnya. Akan tetapi, dari sekian banyak itu dapat dibagi dalam beberapa kategori, yakni (1) memberi contoh (voorbeeld), (2) pembiasaan (gewoontevorming), (3) pengajaran (leering), (4) perintah, paksaan, dan hukuman (regeering en tucht), (5) laku (zelfbeheersching), dan (6) pengalaman lahir batin (beleving). Alat-alat tersebut perlu dipilih atau tidak dilakukan semuanya. Pada umumnya memilih cara-cara tersebut dihubungkan dengan jenis keadaan, khususnya kondisi usia perkembangan anak.
Referensi
Dewantara, K. H. (1977). Karya Ki Hadjar Dewantara Bagian Pertama: Pendidikan. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Suratman, K. (1992). Dasar-Dasar Konsepsi Ajaran Ki Hadjar Dewantara, dalam Pendidikan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Majelis Luhur Persatuan Taman Siswa.
Sumber https://www.tintapendidikanindonesia.com/
Post a Comment
Post a Comment