-->

√ Konsep Diri


Konsep Diri
Karya: Rizki Siddiq Nugraha

 Berpikir mengenai diri sendiri adalah aktivitas manusia yang tidak dapat dihindari √  Konsep Diri

Berpikir mengenai diri sendiri adalah aktivitas manusia yang tidak dapat dihindari. Pada umumnya, orang akan berpusat pada dirinya sendiri. Sehingga diri adalah pusat dari dunia sosial setiap orang. Dengan mengamati diri, sampailah pada gambaran dan penilaian diri, yang disebut konsep diri.
Menurut Brooks (dalam Rahmat, 2007, hlm. 99-100) konsep diri sebagai “those psychical, social, as well as psychological perceptions of our selves that nosotros accept derived from experiences as well as our interaction amongst other”. Artinya, konsep diri adalah pandangan dan perasaan tentang diri, dapat bersifat fisik, sosial, dan psikologi. Konsep ini bukan hanya gambaran deskriptif, tetapi penilaian tentang diri, meliputi apa yang dipikirkan dan apa yang dirasakan tentang diri. Sedangkan Hurlock (2005, hlm. 237) mendefinisikan konsep diri sebagai “konsep seseorang dari siapa dan apa dia itu”. Konsep ini merupakan bayangan cermin, ditentukan sebagian besar oleh peran dan hubungan orang lain serta reaksi orang terhadapnya.
Berdasar pada berbagai pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa konsep diri merupakan pandangan kita mengenai siapa, apa, dan bagaimana diri kita. Pandangan tersebut mulai dari identitas diri, cita diri, harga diri, ideal diri, gambaran diri, dan peran diri, yang diperoleh melalui interaksi diri sendiri dengan orang lain.
Konsep diri bersifat multi aspek, meliputi:
1. Aspek fisiologis
Aspek fisiologis dalam diri berkaitan dengan warna kulit, bentuk, berat atau tinggi badan, raut muka, kesehatan, dan sebagainya. Karakteristik mempengaruhi bagaimana seseorang menilai diri sendiri.
2. Aspek psikologis
Aspek psikologis meliputi tiga hal, yakni:
a. Kognitif
Kognitif atau kecerdasan adalah kemampuan untuk berpikir secara abstrak. Aspek kognitif berorientasi pada kemampuan berpikir yang mencakup kemampuan intelektual yang lebih sederhana, yaitu mengingat, sampai pada kemampuan memecahkan masalah yang menuntut diri untuk menghubungkan dan menggabungkan sejumlah ide, gagasan, metode, atau prosedur yang dipelajari untuk memecahkan masalah tersebut.
b. Afektif
Ranah afektif adalah ranah yang berkaitan dengan sikap dan nilai. Ranah afektif mencakup watak perilaku, seperti perasaan, minat, sikap, emosi, dan nilai.
c. Konatif
Konatif diartikan juga sebagai kehendak atau hasrat. Kehendak ialah suatu fungsi jiwa untuk dapat mencapai sesuatu. Kehendak ini merupakan kekuatan dari dalam, dan tampak dari luar sebagai perilaku.
3. Aspek psiko-sosiologis
Pemahaman individu masih memiliki hubungan dengan lingkungan sosial. Seseorang menjalin hubungan dengan lingkungan dituntut untuk dapat memiliki kemampuan berinteraksi sosial, komunikasi, menyesuaikan diri, dan bekerja sama. Tuntutan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi agar individu mentaati aturan-aturan sosial. Dengan demikian, terjadi hubungan antara individu dengan lingkungan sosial.
4. Aspek psiko-spiritual
Aspek psiko-spiritual merupakan kemampuan dan pengalaman individu yang berhubungan dengan nilai-nilai dan ajaran agama. Aspek spiritual meliputi, ketaatan beribadah, kesetiaan berdoa, dan kesetiaan menjalankan ajaran agama. Konsep diri yang berhubungan dengan aspek spiritual bersifat vertikal, artinya keberadaan individu masih berhubungan erat dengan Tuhan.
5. Aspek psikoetika dan moral
Konsep diri moral etika, berkaitan dengan persepsi, pikiran, perasaan, dan penilaian seseorang terhadap moralitas dirinya terkait dengan relasi personal dengan Tuhan, dan segala hal yang bersifat normatif, baik nilai maupun prinsip yang memberi arti dan arah bagi kehidupan seseorang. Konsep diri seseorang dianggap positif apabila ia mampu memandang untuk kemudian mengarahkan dirinya untuk menjadi pribadi yang percaya dan berpegang teguh pada nilai-nilai moral etika. Sebaliknya, konsep diri individu dapat dikategorikan negatif bila ia menyimpang dan tidak mengindahkan nilai-nilai moral etika.
Hurlock (2005, hlm. 240) mengungkapkan kondisi yang mempengaruhi konsep diri, meliputi “(1) usia kematangan, (2) penampilan diri, (3) hubungan keluarga, (4) teman sebaya, (5) kreativitas, dan (6) cita-cita.
Konsep diri terbentuk dalam waktu yang lama, dan pembentukan ini tidak bisa diartikan bahwa reaksi yang tidak biasa dari seseorang dapat merubah konsep diri. Konsep diri pada dasarnya tersusun atas berbagai tahapan. Diawali konsep diri primer, yaitu konsep yang terbentuk atas dasar pengalaman terhadap lingkungan terdekat. Konsep tentang diri banyak bermula dari perbandingan antara diri dengan anggota keluarga.
Berikutnya konsep diri sekunder. Konsep diri sekunder banyak diterima dari konsep diri primer. Hubungan luas yang diterima orang lain di luar lingkungan rumahnya akan memperoleh konsep diri yang baru dan berbeda dari apa yang telah terbentuk dalam lingkungan rumah. Hal ini menghasilkan konsep diri sekunder.
Konsep diri terbentuk karena adanya interaksi individu dengan orang-orang di sekitar. Apa yang dipersepsi mengenai individu, tidak terlepas dari struktur, peran, dan condition sosial yang disandang seorang individu.

Referensi
Hurlock, B. (2005). Psikologi Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Erlangga.
Rahmat, J. (2007). Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.

Sumber https://www.tintapendidikanindonesia.com/

Related Posts

Post a Comment

Subscribe Our Newsletter