Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Sampah
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Tempat Pembuangan Akhir (TPA) sampah adalah sarana fisik untuk berlangsungnya kegiatan pembuangan akhir sampah berupa tempat yang digunakan untuk mengkarantina sampah kota secara aman.
Agar dapat menjalankan fungsinya dengan baik, Menurut Ismansyah (2010, hlm. 2-5) TPA biasanya ditunjang dengan sarana dan prasarana sebagai berikut:
1. Prasarana jalan
Prasarana jalan sangat menentukan keberhasilan pengoperasian TPA. Semakin baik kondisi TPA akan semakin lancar kegiatan pengangkutan sehingga lebih efisien.
2. Prasarana drainase
Drainase TPA berfungsi untuk mengendalikan aliran limpasan air hujan dengan tujuan untuk memperkecil aliran yang masuk ke timbunan sampah. Air hujan merupakan faktor utama terhadap debit lindi yang dihasilkan. Semakin kecil rembesan air hujan yang masuk pada timbunan sampah akan semakin kecil pula debit lindi yang dihasilkan.
Secara teknis drainase TPA dimaksudkan untuk menahan aliran limpasan air hujan dari luar TPA agar tidak masuk ke dalam expanse timbunan sampah. Drainase penahan ini umumnya dibangun di sekeliling blok atau zona penimbunan. Selain itu, untuk lahan yang telah ditutup tanah, drainase berfungsi sebagai penangkap aliran limpasan air hujan yang jatuh di atas timbunan sampah tersebut. Untuk itu, permukaan tanah penutup harus dijaga kemiringannya mengarah pada saluran drainase.
3. Fasilitas penerimaan
Fasilitas penerimaan dimaksudkan sebagai tempat pemeriksaan sampah yang datang, pencatatan data, dan pengaturan kedatangan truk sampah. Pada umumnya fasilitas ini dibangun berupa pos pengendali di pintu masuk TPA.
4. Lapisan kedap air
Lapisan kedap air berfungsi untuk mencegah rembesan air lindi yang terbentuk di dasar TPA ke dalam lapisan tanah di bawahnya.
5. Lapisan pengaman gas
Gas yang terbentuk di TPA umumnya berupa gas karbondioksida dan metana dengan kompisisi hampir sama, di samping gas-gas lain yang sangat sedikit jumlahnya. Kedua gas tersebut memiliki potensi yang besar dalam proses pemanasan global terutama gas metana. Karenanya perlu dilakukan pengendalian agar gas tersebut tidak dibiarkan bebas lepas ke atmosfer. Untuk itu, perlu dipasang pipa-pipa ventilasi agar dapat keluar dari timbunan sampah pada titik tertentu. Perlu diperhatikan kualitas dan kondisi tanah penutup TPA. Tanah yang berporos atau banyak memiliki rekahan akan menyebabkan gas lebih mudah lepas ke udara bebas. Pengolahan gas metana dengan cara pembakaran sederhana dapat menurunkan potensinya dalam pemanasan global.
6. Fasilitas pengaman lindi
Lindi merupakan air yang terbentuk dalam timbunan sampah yang melarutkan banyak sekali senyawa yang ada sehingga memiliki kandungan pencemar, khususnya zat organik. Lindi sangat berpotensi menyebabkan pencemaran air, baik air tanah maupun permukaan sehingga perlu ditangani dengan baik.
7. Alat berat
Alat berat yang biasanya digunakan di TPA umumnya berupa bulldozer, excavator, dan loader. Setiap jenis peralatan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda dalam operasionalnya.
8. Penghijauan
Penghijauan lahan TPA diperlukan untuk peningkatan estetika lingkungan sebagai buffer zone untuk mencegah bau dan lalat yang berlebihan.
9. Fasilitas penunjang
Beberapa fasilitas penunjang, seperti pemadam kebakaran, mesin pengasap, kesehatan dan keselamatan kerja, dan john juga biasanya tersedia di TPA.
Adapun Iqbal dan Nurul (2009, hlm. 279-280) mengemukakan tentang tahap pengelolaan dan pemusnahan sampah akhir dilakukan dengan dua metode, yakni:
1. Metode yang memuaskan, antara lain:
a. Metode sanitary landfill (lahan urug saniter), yaitu pemusnahan sampah dengan membuat lubang di tanah, kemudian sampah dimasukkan dan ditimbun dengan tanah sebagai penutup, lalu dipadatkan. Cara ini memerlukan persyaratan harus tersedia tempat yang luas, tersedia tanah untuk menimbun, dan tersedia alat-alat berat.
b. Inceneration (dibakar), yaitu memusnahkan sampah dengan jalan membakar di dalam tungku pembakaran khusus. Manfaat dari sistem ini, book sampah dapat diperkecil sampai satu per tiga, tidak memerlukan ruang yang luas, panas yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber uap, dan pengelolaan dapat dilakukan secara terpusat dengan jadwal jam kerja. Adapun akibat penerapan metode ini adalah memerlukan biaya besar, lokasi pembuangan sulit didapat karena harus jauh dari kawasan penduduk, dan peralatan-peralatan yang digunakan perlu dilengkapi.
c. Composting (dijadikan pupuk), yaitu mengolah sampah menjadi pupuk kompos, khususnya untuk sampah organik.
2. Metode yang tidak memuaskan, di antaranya:
a. Metode open dumping, yaitu sistem pembuangan sampah yang dilakukan secara terbuka. Hal ini akan menjadi masalah, jika sampah yang dihasilkan adalah sampah organik yang membusuk karena menimbulkan gangguan pembauan dan estetika serta menjadi sumber penularan penyakit.
b. Metode dumping inwards water, yaitu pembuangan sampah ke dalam air. Hal ini akan menganggu rusaknya ekosistem air. Air akan menjadi kotor, warnanya berubah, dan menimbulkan sumber penyakit yang ditularkan melalui air.
c. Metode burning on premises (individual inceneration), yaitu pembakaran sampah dilakukan di rumah-rumah tangga. Hal ini berbahaya karena mencemari lingkungan, menghasilkan asap, dan berpotensi menimbulkan kebakaran.
Referensi
Ismansyah, B. (2010). Tempat Pembuangan Akhir. [Online]. Diakses dari: http://www.scribd.com/doc/17391029/KRITERIA-TEKNIS-TPA-SAMPAH.
Iqbal, W. M., & Nurul, C. (2009). Ilmu Kesehatan Masyarakat Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika.
Sumber https://www.tintapendidikanindonesia.com/
Post a Comment
Post a Comment