Bilangan Romawi
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Awalnya sistem perhitungan diadaptasi dari sistem perhitungan milik bangsa Etruscan. Begitu juga dengan anak-angkanya sangat mirip dengan angka-angka milik bangsa Etruscan, yang disimbolkan berdasarkan huruf dan gambar. Berhubung angka-angka Etruscan sulit untuk ditulis maupun dibaca, akhirnya pada abad pertengahan, muncul angka romawi yang lebih sederhana.
Bilangan romawi tidak banyak digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Namun, menurut Astuti dan Mustaqim (2008, hlm. 195) “selain bilangan asli, bilangan cacah, bilangan bulat, maupun bilangan pecahan terdapat lagi himpunan bilangan yang dipelajari oleh anak Sekolah Dasar adalah bilangan romawi”.
Bilangan romawi terdiri atas tujuh angka (dilambangkan dengan huruf kapital) sebagai berikut:
I melambangkan bilangan 1.
V melambangkan bilangan 5.
X melambangkan bilangan 10.
L melambangkan bilangan 50.
C melambangkan bilangan 100.
D melambangkan bilangan 500.
M melambangkan bilangan 1000.
Untuk bilangan-bilangan yang lain, dilambangkan oleh perpaduan dari ketujuh lambang bilangan tersebut. Pada sistem bilangan romawi tidak mengenal bilangan 0 (nol). Untuk membaca bilangan romawi, kita harus hafal ketujuh lambang bilangan dasar romawi.
Adapun contoh-contoh penggunaan bilangan romawi, sebagai berikut:
1. Leni tinggal bersama orang tuanya di Jalan Sukasari III nomor 9.
2. Daerah Istimewa Yogyakarta dipimpin oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X.
3. Memasuki abad XXI, kita dituntut untuk lebih menguasai teknologi.
Untuk membaca bilangan romawi, dapat kita uraikan dalam bentuk penjumlahan seperti pada contoh berikut:
1. Untuk mendapatan bilangan romawi dari iii dengan menjumlahkan:
iii = 1 + 1 + 1 (ingat bahwa 1 = I) maka iii = III
2. Untuk mendapat bilangan romawi dari vi dengan menjumlahkan:
vi = v + 1 (ingat bahwa v = V dan 1 = I) maka vi = VI
3. Untuk mendapat bilangan romawi dari thirty dengan menjumlahkan:
thirty = 10 + 10 + 10 (ingat bahwa 10 = X) maka thirty = XXX
4. Untuk mendapat bilangan romawi dari lxx dengan menjumlahkan:
lxx = fifty + 10 + 10 (ingat bahwa fifty = L dan 10 = X) maka lxx = LXX
Lambang bilangan romawi pada contoh-contoh di atas, semakin ke kanan nilainya semakin kecil. Tidak ada lambang bilangan dasar yang berjajar lebih dari tiga. Dari contoh-contoh tersebut dapat kita tuliskan aturan pertama dalam membaca lambang bilangan romawi sebagai berikut:
1. Jika lambang yang menyatakan angka lebih kecil terletak di kanan, maka lambang-lambang romawi tersebut dijumlahkan.
2. Penambahnya paling banyak tiga angka.
Untuk membaca bilangan romawi, dapat kita uraikan dalam bentuk pengurangan seperti pada contoh berikut:
1. Untuk mendapat bilangan romawi dari four dengan mengurangkan:
four = v – 1 (ingat bahwa v = V dan 1 = I, pada pengurangan I disimpan sebelum V) maka four = IV
2. Untuk mendapat bilangan romawi dari ix dengan mengurangkan:
ix = 10 – 1 (ingat bahwa 10 = X dan 1 = I, pada pengurangan I disimpan sebelum X) maka ix = IX
3. Untuk mendapat bilangan romawi dari twoscore dengan mengurangkan:
twoscore = fifty – 10 (ingat bahwa fifty = L dan 10 = X, pada pengurangan X disimpan sebelum L) maka twoscore = XL
4. Untuk mendapat bilangan romawi dari xc dengan mengurangkan:
xc = 100 – 10 (ingat bahwa 100 = C dan 10 = X, pada pengurangan X disimpan sebelum C) maka xc = XC
Dari contoh-contoh tersebut dapat kita tuliskan aturan kedua dalam membaca lambang bilangan romawi sebagai berikut:
1. Jika lambang yang menyatakan angka lebih kecil terletak di kiri, maka lambang-lambang romawi tersebut dikurangkan.
2. Pengurangan paling banyak hanya satu angka.
Adapun ketentuan pada angka romawi secara keseluruhan dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Angka romawi adalah angka yang disusun berurutan, dan menyatakan tingkatan yang semakin besar, I, II, III menyatakan 1, 2, 3, dan seterusnya.
2. Tidak ada four urutan kombinasi angka romawi yang sama, misal IIII, XXXX, atau MMMM.
3. Angka romawi yang lebih kecil akan berfungsi menambah, jika diletakkan di sebelah kanan angka lainnya II berarti 1 + 1 = 2, VI berarti v + 1 = 6, XII berarti 10 + 1 + 1 = 12.
4. Angka romawi yang lebih kecil akan berfungsi mengurangi, jika diletakkan di sebelah kiri angka lainnya (hanya diperbolehkan satu angka kecil di sebelah kiri angka lainnya), IV berarti v – 1 = 4, IX berarti 10 – 1 = 9.
5. Di dalam deretan angka romawi panjang yang mengandung beberapa kombinasi angka romawi, setiap angka kecil selalu mengurangi angka yang di sebelah kanannya, misal MCMXLV berarti one 1000 + (1000 – 1000) + (50 – 10) + v = 1945.
Di dalam pembelajaran matematika, khususnya materi mengubah bilangan asli ke bilangan romawi, kesalahan mempelajari suatu konsep terdahulu akan berpengaruh terhadap pemahaman konsep berikutnya karena matematika merupakan pelajaran yang terstruktur. Hudojo (2001, hlm. 3) menyatakan bahwa “matematika berkenaan dengan ide-ide/konsep-konsep abstrak yang tersusun secara hierarkis dan penalarannya deduktif”. Oleh karena itu, dalam proses pembelajaran matematika tidak semua siswa selalu berhasil mencapai tujuan pembelajaran. Ada saja siswa yang tidak dapat belajar dengan optimal, ini berarti ia mengalami kesulitan yang berakibat pada terjadinya kesalahan dalam menyelesaikan soal-soal matematika.
Penyebab kesalahan yang dilakukan oleh siswa dalam menyelesaikan soal-soal matematika dapat dilihat dari berbagai hal. Menurut Soedjadi (2001, hlm. 1), dari kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh siswa dalam mengubah bilangan asli ke bilangan romawi dapat diklasifikasikan beberapa bentuk kesalahan, antara lain:
1. Kesalahan prosedural dalam menggunakan bilangan romawi. Contohnya 10 = VV, seharusnya 10 = X.
2. Kesalahan dalam pemanfaatan simbol. Contohnya xc = fifty + 10 + 10 + 10 + 10, seharusnya xc = 100 – 10 = XC.
3. Kesalahan dalam menggunakan/menerapkan aturan. Contohnya twoscore = 10 + 10 + 10 + 10 + 10, seharusnya twoscore = fifty – 10 = XL.
Referensi
Astuti, A., & Mustaqim, B. (2008). Ayo Belajar Matematika untuk SD/MI Kelas IV. Jakarta: Pusat Perbukuan Departemen Pendidikan Nasional.
Hudojo, H. (2001). Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: Universitas Negeri Malang.
Soedjadi (2001). Pembelajaran Matematika Berjiwa RME. Yogyakarta: Universitas Sanata Darma.
Sumber https://www.tintapendidikanindonesia.com/
Post a Comment
Post a Comment