Maslow’s Hierarchy of Needs
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Setiap manusia memiliki needs (kebutuhan, dorongan, faktor intrinsik dan ekstrinsik), yang pemunculannya sangat tergantung dari kepentingan individu. Berdasar kenyataan ini, “Abraham Maslow membuat needs hierarchy theory untuk menjawab tentang tingkatan kebutuhan manusia tersebut” (Siagian, 1996, hlm. 149). Kebutuhan manusia diklasifikasikan menjadi lima hierarki berikut:
1. Kebutuhan fisiologis (physiological needs)
Perwujudan dari kebutuhan fisiologis adalah kebutuhan pokok manusia berupa pangan, sandang, papan, dan kesejahteraan individu. Kebutuhan ini dipandang sebagai kebutuhan paling mendasar, karena tanpa pemenuhan kebutuhan tersebut, seseorang tidak dapat dikatakan hidup normal. Kebutuhan ini disebut juga dengan kebutuhan primer, karena kebutuhan ini telah ada dan terasa sejak manusia dilahirkan.
Misalnya, dalam hal sandang, apabila tingkat kemampuan seseorang masih rendah, kebutuhan akan sandang akan dipuaskan sekedarnya saja. Jumlahnya terbatas dan mutunya pun belum mendapat perhatian utama karena kemampuan untuk itu memang masih terbatas. Akan tetapi, bila kemampuan seseorang meningkat, pemuas akan kebutuhan sandang pun akan ditingkatkan, baik dari segi jumlah maupun mutunya.
Demikian pula dengan pangan, seseorang yang ekonominya masih rendah, kebutuhan pangan biasanya masih sangat sederhana. Akan tetapi, seiring kemampuan ekonominya meningkat, maka pemuas kebutuhan akan pangan pun akan meningkat.
2. Kebutuhan rasa aman (safety needs)
Kebutuhan keamanan harus dilihat dalam arti luas, tidak hanya diartikan dalam arti keamanan fisik semata, tetapi juga keamanan psikologis dan perilaku yang adil dalam pekerjaan. Artinya, keamanan ini termasuk keamanan seseorang di daerah tempat tinggal, dalam perjalanan menuju ke tempat bekerja, dan keamanan di tempat kerja.
3. Kebutuhan sosial/kasih sayang dan pengakuan (social needs/love as well as belonging)
Manusia pada hakekatnya adalah makhluk sosial, tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri dan pasti memerlukan bantuan orang lain, sehingga mereka harus berinteraksi dalam memenuhi kebutuhan tersebut. Kebutuhan sosial tercermin dalam empat bentuk perasaan, yaitu:
a. Kebutuhan akan perasaan diterima orang lain dengan siapa ia bergaul dan berinteraksi dalam organisasi dan memiliki sense of belonging yang tinggi.
b. Harus diterima sebagai kenyataan bahwa setiap orang mempunyai jati diri yang khas dengan segala kelebihan dan kekurangannya. Dengan jati diri tersebut, setiap manusia merasa dirinya penting, artinya memiliki sense of importance.
c. Kebutuhan akan perasaan maju dan tidak akan gagal sering disebut juga sense of accomplishment. Tidak ada orang yang merasa senang apabila ia menemui kegagalan, sebaliknya ia senang apabila menemukan keberhasilan.
d. Kebutuhan akan perasaan diikutsertakan atau sense of participation. Kebutuhan ini sangat terasa dalam hal pengambilan keputusan yang menyangkut diri dan tugas sendiri. Tentu bentuk partisipasi tersebut dapat beragam, seperti dikonsultasikan, diminta memberikan informasi, atau didorong untuk memberikan saran.
4. Kebutuhan akan harga diri (esteem needs)
Semua orang memerlukan pengakuan atas keberadaan statusnya oleh orang lain. Situasi yang ideal adalah apabila prestise itu timbul akan menjadikan prestasi seseorang. Akan tetapi, tidak selalu demikian, karena dalam hal ini semakin tinggi kedudukan seseorang, maka akan semakin banyak hal yang digunakan sebagai simbol statusnya. Di dalam kehidupan berorganisasi banyak fasilitas yang didapat seseorang dari organisasi untuk menunjukkan kedudukan statusnya dalam organisasi. Baik di masyarakat yang masih tradisional, maupun di lingkungan masyarakat modern, simbol-simbol condition tersebut tetap memiliki makna penting dalam kehidupan berorganisasi.
5. Aktualisasi diri (self actualization)
Hal ini dapat diartikan bahwa dalam diri seseorang terdapat kemampuan yang perlu dikembangkan, sehingga dapat memberikan sumbangsih yang besar terhadap kepentingan organisasi. Melalui kemampuan kerja yang semakin meningkat akan semakin mampu memuaskan berbagai kebutuhannya dan pada tingkat ini orang cenderung untuk selalu mengembangkan diri serta berbuat lebih baik.
Referensi
Siagian, S. P. (1996). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sumber https://www.tintapendidikanindonesia.com/
Post a Comment
Post a Comment