Gangguan Kecemasan (Ansietas) pada Anak
Karya: Rizki Siddiq Nugraha
Pada dasarnya, kecemasan atau ansietas merupakan hal wajar yang pernah dialami setiap manusia. Kecemasan sudah dianggap sebagai bagian dari kehidupan. “Kecemasan adalah suatu perasaan yang sifatnya umum, di mana seseorang merasa ketakutan atau kehilangan kepercayaan diri yang tidak jelas asal maupun wujudnya” (Sutardjo Wiramihardja, 2005, hlm. 66).
Kecemasan adalah sesuatu yang menimpa hampir setiap orang pada waktu tertentu dalam kehidupannya. Kecemasan merupakan reaksi normal terhadap situasi yang sangat menekan kehidupan seseorang. “Kecemasan bisa muncul sendiri atau bergabung dengan gejala-gejala lain dari berbagai gangguan emosi” (Savitri Ramaiah, 2003, hlm. 10). Namona Lumongga Lubis (2009, hlm. 14) menjelaskan bahwa “kecemasan adalah tanggapan dari sebuah ancaman nyata ataupun khayal”. Individu mengalami kecemasan karena adanya ketidakpastian di masa mendatang. Kecemasan dialami ketika berpikir tentang sesuatu tidak menyenangkan yang mungkin akan terjadi. Sedangkan Siti Sundari (2004, hlm. 62) memahami kecemasan sebagai “suatu keadaan yang menggoncang karena adanya ancaman terhadap kesehatan (diri)”.
Berdasar sejumlah pendapat tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa kecemasan adalah rasa takut atau khawatir pada situasi tertentu yang sangat mengancam, yang dapat menyebabkan kegelisahan karena adanya ketidakpastian di masa mendatang, serta ketakutan bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi.
Individu normal terkadang mengalami kecemasan yang menampak, sehingga dapat terlihat pada penampilan yang berupa gejala-gejala fisik maupun mental. Gejala tersebut lebih jelas pada individu yang mengalami gangguan mental. Menurut Siti Sundari (2004, hlm. 62) gejala-gejala yang bersifat fisik, di antaranya “jari tangan dingin, detak jantung semakin cepat, berkeringat dingin, kepala pusing, nafsu makan berkurang, tidur tidak nyenyak, dan dada sesak”. Adapun gejala yang bersifat mental menurut Siti Sundari (2004, hlm. 62), antara lain “ketakutan merasa akan ditimpa bahaya, tidak dapat memusatkan perhatian, tidak tenang, dan ingin lari dari kenyataan”.
Kecemasan sering kali berkembang selama jangka waktu tertentu bergantung pada seluruh pengalaman hidup seseorang. Peristiwa-peristiwa atau situasi khusus dapat mempercepat munculnya gangguan kecemasan. Menurut Savitri Ramaiah (2003, hlm. 11) terdapat sejumlah faktor yang mempengaruhi reaksi kecemasan, antara lain:
1. Lingkungan
Lingkungan mempengaruhi cara berpikir individu tentang diri sendiri maupun orang lain. Hal ini disebabkan karena adanya pengalaman yang tidak menyenangkan pada individu dengan keluarga, teman, ataupun orang lain. Sehingga individu tersebut merasa tidak aman terhadap lingkungannya.
2. Emosi yang ditekan
Kecemasan dapat terjadi jika individu tidak mampu menemukan jalan keluar untuk perasaannya sendiri dalam hubungan personal, terutama jika diri menekan rasa marah atau frustasi dalam jangka waktu yang panjang.
3. Sebab-sebab fisik
Pikiran dan tubuh senantiasa saling berinteraksi dan dapat menyebabkan timbulnya kecemasan. Hal ini terlihat dalam kondisi, misalnya semasa sakit. Selama ditimpa kondisi tidak enak, seperti sakit, perubahan-perubahan perasaan lazim muncul, dan ini dapat meyebabkan timbulnya kecemasan.
Mustamir Pedak (2009, hlm. 30) membagi kecemasan menjadi tiga jenis, sebagai berikut:
1. Kecemasan rasional
Kecemasan rasional merupakan suatu ketakutan akibat adanya objek atau situasi yang mengancam, misalnya ketika menunggu hasil ujian. Ketakutan ini dianggap sebagai suatu unsur normal dari mekanisme pertahanan diri.
2. Kecemasan irrasional
Kecemasan irrasional berarti bahwa mereka mengalami emosi kecemasan di bawah keadaan-keadaan spesifik yang biasanya tidak dipandang mengancam.
3. Kecemasan fundamental
Kecemasan cardinal merupakan suatu pertanyaan tentang siapa dirinya, untuk apa hidupnya, dan akan kemanakah kelak hidupnya berlanjut. Kecemasan ini disebut sebagai kecemasan eksistensial yang mempunyai peran cardinal bagi kehidupan manusia.
Gangguan kecemasan merupakan suatu gangguan yang memiliki ciri kecemasan atau ketakutan yang tidak realistik, irrasional, dan tidak secara intensif ditampilkan dengan cara-cara yang jelas. Fitri Fauziah dan Julianty Widuri (2007, hlm. 77) membagi gangguan kecemasan dalam beberapa jenis, sebagai berikut:
1. Fobia spesifik
Fobia spesifik yaitu suatu ketakutan yang tidak diinginkan karena kehadiran atau antisipasi terhadap objek atau situasi yang spesifik. Namun, sering kali objek atau situasi ini harusnya merupakan suatu hal yang normal bagi orang pada umumnya.
2. Fobia sosial
Fobia sosial merupakan suatu ketakutan yang tidak rasional dan menetap, biasanya berhubungan dengan kehadiran orang lain. Individu menghindari situasi di mana dirinya dievaluasi atau dikritik, yang membuatnya merasa terhina atau dipermalukan, dan menunjukkan tanda-tanda kecemasan atau menampilkan perilaku lain yang memalukan.
3. Gangguan panik
Gangguan panik memiliki karakteristik terjadinya serangan panik yang spontan dan tidak terduga. Gejalanya berupa sulit bernapas, jantung berdetak kecang, mual, rasa sakit di dada, berkeringat dingin, dan gemetar.
4. Gangguan cemas menyeluruh (generalized anxiety disorder)
Generalized anxiety disorder adalah kekhawatiran yang berlebihan dan bersifat pervasif, yang menyebabkan gangguan signifikan dalam kehidupan sosial pada penderita, atau menimbulkan stres yang nyata.
Rasa takut dan cemas menetap bahkan meningkat, meskipun situasi yang benar-benar mengancam sudah tidak ada, dan ketika emosi-emosi ini tumbuh berlebihan, emosi ini menjadi tidak adaptif. Kecemasan yang berlebihan dapat mempunyai dampak yang merugikan pada pikiran. Yustinus Semiun (2006, hlm. 321) membagi beberapa dampak kecemasan ke dalam beberapa simtom, antara lain:
1. Simtom suasana hati
Individu yang mengalami kecemasan memiliki perasaan akan adanya hukuman dan bencana yang mengancam dari suatu sumber tertentu yang tidak diketahui. Orang yang mengalami kecemasan tidak bisa tidur nyenyak. Dengan demikian, dapat menyebabkan sifat mudah marah dan tidak tenang.
2. Simtom kognitif
Kecemasan dapat menyebabkan kekhawatiran dan keprihatinan pada individu mengenai hal-hal yang tidak menyenangkan yang mungkin terjadi. Individu tersebut tidak memperhatikan masalah-masalah real yang ada, sehingga individu sering tidak bekerja atau belajar secara efektif, dan akhirnya ia akan menjadi lebih cemas.
3. Simtom motorik
Orang-orang yang mengalami kecemasan sering merasa tidak tenang, gugup, kegiatan motorik menjadi tanpa arti dan tujuan, misalnya jari-jari tangan mengetuk-ngetuk, dan sangat kaget terhadap suaru yang terjadi secara tiba-tiba.
Adapun beberapa cara untuk mengurangi rasa kecemasan anak, dijabarkan sebagai berikut:
1. Biarkan anak terbiasa dengan hal yang membuatnya kurang nyaman
Hal pertama yang perlu diingat dalam membantu anak mengatasi kecemasan adalah jangan menghindarkan anak dari hal-hal yang membuat mereka cemas. Hal tersebut hanya akan membuat anak merasa lebih baik untuk sementara waktu, namun justru dapat memperkuat kecemasan itu muncul dalam jangka panjang.
2. Hibur dengan kata-kata positif, namun tetap realistis
Memberikan penguatan pada anak di saat mereka sedang cemas dapat membantu mereka mengatasi kecemasannya. Ungkapan yang dapat disampaikan, seperti “tenang saja, kamu akan baik-baik saja” atau “kamu pasti bisa mengatasinya”.
3. Hormati perasaannya
Saat anak merasa cemas terhadap sesuatu, kita tidak boleh meremehkan perasaan tersebut, melainkan harus menghormati perasaannya. Salah satu caranya adalah dengan mengatakan, seperti “ibu tahu kamu takut, tidak apa-apa” atau “ibu ada di sini bersama kamu, semua akan baik-baik saja”.
4. Jangan memperkuat rasa cemasnya
Saat kita mengetahui bahwa anak sedang cemas, kita dapat bertanya tentang bagaimana perasaan anak. Tidak dianjurkan untuk memicu rasa takut anak dengan mengatakan “awas ada kecoak!” atau “jangan, nanti digigit!” atau kalimat yang justru dapat memicu rasa takut, yang akhirnya membuat ia cemas secara berlebihan ketika melihat kecoak atau anjing.
5. Berikan contoh mengatasi rasa cemas dengan baik
Sebagai orang tua, kita mungkin lebih memilih untuk menyembunyikan rasa cemas yang kita rasakan di depan anak. Padahal, menunjukkan rasa cemas di depan anak tidak masalah, selama kita memperlihatkan kepada mereka tentang bagaimana cara mengatasi rasa cemas dengan tenang. Dengan demikian, kita secara tidak langsung mengajari anak mengenai bagaimana cara mengelola rasa cemas.
Referensi
Fauziah, F., & Widuri, J. (2007). Psikologi Abnormal Klinis Dewasa. Jakarta: UI Press.
Lubis, N. L. (2009). Depresi, Tinjauan Psikologis. Jakarta: Kencana.
Pedak, M. (2009). Metode Supernol Menaklukkan Stres. Jakarta: Hikmah Publishing House.
Ramaiah, S. (2003). Kecemasan Bagaimana Mengatasi Penyebabnya. Jakarta: Pustaka Populer Obor.
Semiun, Y. (2006). Kesehatan Mental 2. Yogyakarta: Kanisius.
Sundari, S. (2004). Ke Arah Memahami Kesehatan Mental. Yogyakarta: Universitas Negeri Yogyakarta.
Wiramihardja, S. (2005). Pengantar Psikologi Abnormal. Bandung: Refika Aditama.
Sumber https://www.tintapendidikanindonesia.com/
Post a Comment
Post a Comment